Akhir-akhir ini, media
online Indonesia dihebohkan dengan adanya isu kenaikan harga rokok menjadi 50ribu
per bungkusnya. Awalnya aku tidak mau ikut campur, bahkan tidak mau peduli
dengan kenaikan ini, toh aku juga bukan seorang perokok, atau punya pacar
seorang perokok aktif (emang ada?), tetapi kenaikan ini pasti akan berdampak
rumit pada kehidupan keluargaku kedepannya.
Aku masih mempunyai
kedua orang tua yang lengkap, yang masih sehat (secara fisik) mencari nafkah
untuk keempat anaknya yang belum dapat bekerja seluruhnya. Tetapi ayah dan ibuku
adalah orang tua terhebat. Dengan penghasilan pas-pasan, kami tidak pernah
merasa kekurangan untuk makan, untuk biaya sekolah, bahkan biaya hidup
kuliahku. Ayahku adalah seorang perokok aktif, sejak kapannya entah. Dulu, aku
sering merasa tidak nyaman di dekatnya, karena asap, apalagi. Aku juga pernah
meminta ayah berhenti merokok dengan alasan kesehatan, tetapi sampai sekarang
permintaanku tak kunjung dituruti.
Dari kecil aku
tinggal bersama kakek dan nenekku, yang rumahnya berdekatan dengan rumah kedua
orang tuaku. Nenekku lahir 15 tahun setelah Indonesia merdeka, dan tentu
usianya sekarang sudah tak lagi muda. Beliau bekerja serabutan, kakekku juga.
Tapi nenek adalah orang yang paling disukai orang-orang karena kesabaran dan
kelembutannya, entah mengapa sifat ini tak diwariskan kepadaku. Saat ini, nenek
sudah tak mampu bekerja segiat dulu, tak ada pendapatan pasti yang didapatkan,
tetapi kakekku adalah perokok aktif, yang untuk membelinya (rokok) masih minta
nenekku.
Aku pernah membaca
dari salah satu media online, bahwa isu kenaikan harga rokok menjadi 50ribu ini
dipicu oleh survey salah seorang profesor universitas ternama dekat Ibukota,
yang katanya juga ada hubungannya dengan salah satu partai, Beringin. Belum ada
informasi yang jelas mengenai hal ini. Sekali lagi, ini hanya menurut salah
satu tulisan di media online. Mereka (media) mengatakan bahwa isu ini dibuat
hanya untuk menjatuhkan kepemimpinan Presiden Jokowi, dan dapat dijadikan
alasan dalam Pemilihan Presiden 2019 nantinya.
Terlepas dari
adanya campur tangan media dalam memengaruhi pola pikir masyarakat, isu ini
masihlah berita hoax, yang belum
dikaji oleh pemerintah, bahkan bukan pemerintah yang mengeluarkan isu ini, tapi
lagi-lagi nama pemerintah yang dibawa. Aku tidak pernah tau bagaimana nantinya
jika isu ini menjadi sebuah kebijakan yang tercantum dalam UU. Masyarakat
menengah kebawah, yang kebayakan membutuhkan rokok, yang katanya untuk “inspirasi”,
yang telah menjadi tradisi dalam setiap perbincangan.
Belasan tahun yang
lalu, aku masih ingat ketika ayah membeli tembakau dan bahan campuran lain yang
tidak ku tau namanya (sepertinya cengkeh), diramu dan di “linting” (dalam
istilah Jawa), menjadi rokok buatan sendiri. Bila kenaikan harga rokok benar-benar
terjadi, sepertinya tradisi “nglinting” rokok ini akan kembali dilakukan ayah.
Aku sangat berharap, apapun keputusan yang diambil pemerintah nantinya, tidak
hanya menguntungkan minoritas tetapi mengabaikan mayoritas. Apapun itu, semoga
pemerintah tidak hanya mempertimbangkan berdasarkan sebab-akibat secara linear,
tetapi juga secara sistem dinamis dalam jangka waktu kedepannya.
“Mungkin,
pemerintah menilai dengan adanya jalan tol maka tidak akan terjadi kemacetan
lagi. Namun kenyataannya terjadi kemacetan yang luar biasa dimana-mana.
Penambahan fasilitas jalan tol bukan malah akan mengurangi angka kemacetan,
tetapi sebaliknya, pembahan ini berujung dengan penambahan jumlah kendaraan
pribadi dalam jangka waktu panjang”.
Penulis menyadari
bahwa dalam tulisan ini masih terdapat kekurangan. Kalau ada yang nggak bener,
jangan sungkan untuk “ngritik” J
Filia punya pacar?
BalasHapusKenapa bang tigar? :D
Hapus