Selasa, 13 Desember 2016

SUM Part 1



Telingaku rasanya risih mendengar bahwa banyak orang yang tidak menyukaimu. Bahwa karena kamu sering menyombongkan dirimu sendiri. Terkadang aku juga merasakan kerisihan itu. Hanya saja, kamu yang tidak menyadari, atau tidak mau tau dengan sikap yang diberikan lingkungan sekitarmu. Terlebih, kamu tidak pernah mau menerima masukan dari orang lain.

Aku pernah memberitahumu – bukan menasihati – akan suatu hal. Bahwa perlakuan dan sikap yang kamu berikan kepada orang-orang, tidak semestinya seperti itu dilakukan. Namun yang kudapatkan adalah kenyataan bahwa kamu bukanlah orang terbuka, yang dengan gampang menerima masukan dariku, yang notabene bukan siapa-siapamu. Sesekali kubiarkan aku menenangkan diri, menata perasaan yang memang tidak pernah dianggap. Aku menarik napas berkali-kali, berharap hatiku dengan lapang menerimanya. Sekali, dua kali.
Kamu masih saja menjadi orang yang sama seperti satu setengah tahun yang lalu saat aku pertama kali mengenal. Saat itu, tak sengaja kita bertemu pada sebuah kesempatan. Aku yang tak mengenal siapa-siapa, hanya bisa terdiam di sudut meja itu. Memandangi di sekelilingku yang asyik bercengkerama. Lalu kamu datang menawariku segelas kopi hangat. Kita saling bertatapan. Aku terdiam dalam waktu beberapa detik sebelum menerima kopi yang kamu bawa. Sejak saat itu, aku mengenalmu sebagai pribadi yang gampang bergaul, ramah, pandai mengambil hati orang lain, yang membuatmu mempunyai banyak teman – namun belakangan kuketahui bahwa semua tak semanis kelihatannya. Dari pertemuan yang tak disengaja itu aku mengenalmu. Aku sering bertemu denganmu. Sering kuhabiskan waktu denganmu. Sering aku mengabaikan rencana-rencana yang telah kususun rapi hanya untuk menemani kegiatanmu. Hingga akhirnya aku menyadari. Bahwa hatiku telah jatuh kepadamu.
Setiap hari kusempatkan waktu untuk menanyakan kabarmu. Berharap kamu dalam keadaan yang masih dilindungi oleh Yang MahaKuasa. Beberapa kali, aku singgah ke pondokmu. Membawakanmu beberapa potong kue buatan sendiri. Menanyakan tentang kabar studimu. Sesekali kamu mengeluh. Aku mulai mencoba membantu sebisaku. Namun itu terjadii berkali-kali. Dan akhirnya aku menyadari. Bahwa aku hanya dimanfaatkan. Kecewa, marah, benci, bercampur dengan perasaan sayang. Aku berusaha melupakanmu berkali-kali, mencoba mematahkan hatiku sendiri, dengan luka yang harus kurasakan sendiri, dengan luapan air mata yang kutanggung setiap hari, dengan kegelisahan yang menghantuiku setiap hari. Aku yang berusaha menjauh dari hidupmu dan mencoba menjalani hidupku seperti sedia kala, kembali harus menelan pahit dan kekecewaan denganmu, yang hanya datang disaat kamu butuh, dan pergi setelah tak ada hubungannya denganku. Kini, usaha melupakan itu masih terus kuusahakan.

Filia Sandra | 11/12/2016
Terinspirasi dari novel “Sebuah Usaha Melupakan” – karya Boy Candra.

1 komentar:

  1. kapan "simple blog senja" update lagi,,,di tunggu posting.am selanjutnya...

    BalasHapus